Dimulai dari Desa Setono sekitar 6 km selatan Kota Ponorogo. Dahulu tempat itu masih berupa hutan yang dibuka dua oleh orang bersaudara yang bernama Pangeran Sumende dan Donopuro. Mereka mendirikan pesantren di situ dan di sana ada seorang santri yang menonjol dalam hal keilmuan bernama Besari dari Caruban- Madiun. Ia diambil menantu Kyai Nur Salim dari Ds. Manteb – Ngasinan Jetis. Kemudian Besari diberi lahan di Ini adalah awal dari posting saya.
sebelah timur Ds. Setono dan mendirikan sebuah Mesjid dan Pesantren Tegalsari. Selanjutnya ia memimpin Pesantren di Desa Tegalsari. Pada waktu terjadi pemberontakan di Mataram Kartusuro oleh Raden Mas Garendi dan kraton berhasil diduduki, Paku Buwono II, penguasa kraton saat itu melarikan diri dan bersembunyi di Desa Tegalsari. Kyai Ageng Besari membantu Paku Buwono untuk merebut kembali kraton dan akhirnya berhasil dikuasai kembali. Sebagai tanda terima kasih Desa Tegalsari diberi hak sebagai tanah perdikan (bebas pajak). Mesjid Tegalsari ramai pada saat bulan puasa dan kini menjadi cagar budaya.dan ini adalah akhirnya. Terletak di desa Tegalsari Kecamatan Jetis, masjid ini merupakan peninggalan Kyai Ageng Hasan Besari, seorang ulama besar yang hidup sekitar tahun 1742, pada jaman pemerintahan Suna Pakubuwono II.
Masjid Tegalsari diperkirakan dibangun pada tahun tersebut dan merupakan pusat penyiaran agama Islam terbesar di wilayah Kabupaten Ponorogo.Di masjid itu pula didirikan Pondok Tegalsari yang amat tersohor dan mempunyai ribuan santri, berasal dari seluruh tanah Jawa dan sekitarnya sehingga seluruh desa tegalsari menjadi Pondok bahkan melimpah di desa-desa sekitarnya, antara lain desa Jabung, desa Josari dan sebagainya
Banyak alumni Pondok Tegalsari yang menjadi tokoh masyarakat yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia,antara lain pujangga Jawa R. Ng. Ranggawarsita, tokoh pergerakan Nasional HOS Cokroaminoto, dan sebagainya.
Majid dan Pondok Tegasari mempunyai kaitan erat dengan kisah pelarian Sunan Paku Buwono II ke wilayah Ponorogo. Di Pondok inilah Sunan Pakuwuwono II tinggal beberapa hari dan mendapat bimbingan Kyai Ageng Hasan Besari.Pada saat itu, 30 Juni 1742, Kerajaan Kartasuro sedang menghadapi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh RM Garendi atau Sunan Kuning. Begitu hebat pemberontakan sehingga Sunan Paku Buwono II terpaksa meninggalkan keraton dan menuju wilayah Ponorogo sampai akhirnya bertemu dengan Kyai Ageng Hasan Besari.Berkat bimbingan Kyai Ageng Hsan Besari, api pemberontakan dapat dipadamkan dan Sunan Paku Buwono II dapat bertahta kembali di Kartasura. Untuk membalas kebaikan Kyai Ageng Hasan Besari, desa Tegalsari dinyatakan sebagai daerah yang merdeka atau disebut dengan ‘PERDIKAN” yang bebas dari segala macam kewajiban pajak terhadap kerajaan.
Sepeninggal Kyai Ageng Hasan Besari, kejayaan Pondok Tegalsari tinggal kenangan. Jumlah santrinya kian menyusut. Walaupun demikian , banyak para santri dan anak cucunya yang mengembangkan agama Islam dengan mendirikan Pondok Pesantren di berbagai daerah di seluruh Nusantara. Salah satu yang terbesar adalah Pondok Modern Darussalam Gontor yang terletak di wilayah kecamatan Mlarak. Pondok ini didirikan oleh tiga orang cucu kayi Ageng Hasa Besari.
Masjid dengan arsitektur jawa ini memliki 36 tiang, yang mengandung arti jumlah wali / wali songo (3+6=9) yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa dan atap berbentuk kerucut yang mengambarkan Keagungan Allah Swt. Serta didalam masjid ini pula tersimpan kitab yang berumur 400 tahun yang ditulis oleh Ronggo Warsito.
Komplek Masjid Tegalsari terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Dalem Gede / kerajaan kecil yang dulunya merupakan pusat pemerintahan
2. Dua buad Masjid
3. Komplek makam kiayi Ageng Mohamad Besari
Kini Pondok Tegalsari memang masih berdiri namun jumlah santrinya hanya ratusan orang. Walaupun demikian Masjid ini setiap harinya tidak pernah sepi oleh umat khususnya pada hari jumat kliwon dan hari senin kliwon dimana diadakan Digrul Ghifili dan Istigosah. Demikian juga setiap Ramadhan pada malam ganjil Lailatul Qadar, ko,plek pondok Tegalsari ini banyak dikunjungi orang untuk melakukan i’tikaf dengan bersembahyang jamaah tengah malam di Masjid Tegalsari.
Pada tahun 1977, masjid bersejarah itu dipugar dengan dan bantuan dari Presiden Soeharto sebesar Rp.7.500.000,- dan bantuan Pemerintah daerah Tingkat I Jawa Timur sebesar Rp.10.000.000,- Peresmian pemugarannya dilakukan oleh Bapak Presiden H.M. Soeharto pada tahun 1977.
0 komentar:
Posting Komentar